RSS

07 November 2010

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI ESKALATOR INDUSTRIALISASI

Perlu Reformasi Menyeluruh di dalam Penyelenggaraan Pendidikannya

Reformasi seharusnya tidak hanya dilakukan di lingkungan lembaga pemerintah seperti Lembaga Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif, akan tetapi disemua aspek kehidupan seharusnya juga dilakukan reformasi. Salah satu aspek yang sangat urgen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah lembaga pendidikan khususnya Perguruan Tinggi. Lembaga ini sangat perlu untuk dilakukan perubahan yang signifikan, mulai dari sistem pendidikan, kurikulum, tenaga pendidik serta infrastruktur yang dimiliki agar output yang dihasilkan dapat memenuhi harapan masyarakat.

Hal ini dilakukan mengingat lembaga pendidikan khususnya Perguruan Tinggi merupakan pencetak produk-produk sumber daya manusia yang berkualitas disemua bidang baik hard skill maupun soft skill. Karena disadari atau tidak Peran Perguruan tinggi memasuki era globalisasi kedepan sangatlah penting. Pememenuhan kebutuhan akan pasar sumber daya manusia atau tenaga kerja yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus tidak boleh tidak harus sudah dilakukan.
Berbagai ahli dibidang Sumber Daya Manusia (Human and Resource) sering kali menyatakan bahwa output Perguruan Tinggi tidak cukup hanya dibekali dengan kemampuan hard skill atau IPK tinggi akan tetapi juga harus dibekali dengan kemampuan soft skill atau leader ship yang baik. Jika berorientasi pada dunia kerja maka output atau lulusan Perguruan Tinggi yang memiliki IPK yang baik memang akan cenderung untuk dipanggil oleh perusahaan untuk diinterview akan tetapi jika tidak diimbangi oleh kemampuan soft skill atau leader ship yang baik maka kemungkinan untuk diterima oleh perusahaan akan sangat kecil. Sebaliknya output atau lulusan yang hanya memiliki IPK standar tetapi memiliki kemampuan soft skill yang tinggi akan cenderung lebih diminati oleh perusahaan karena mereka memiliki nilai tawar lebih dimata perusahaan.
Persoalan-persoalan tersebut apabila lembaga pendidikan khususnya Perguruan Tinggi tidak segera melakuan reformasi pada setiap instrumen pendidikannya akan sangat sulit diselesaikan.
Dari berbagai persoalan di atas maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Perguruan Tinggi yaitu :

Pertama, Perubahan Sistem Pendidikan
Perguruan Tinggi sebagai pencetak sumber daya manusia berkualitas, harus melakukan perbaikan atau reformasi pada sistem pendidikannya. Sistem pendidikan yang digunakan sudah harus berbasis Information Technology (IT). Penggunaan teknologi informasi dalam penerapan sistem pendidikan sudah tidak bisa dipungkiri lagi, karena hampir tidak ada perusahaan atau industri yang berorientasi global yang tidak menggunakan teknologi informasi dalam menjalankan kegiatannya. Dengan demikian maka penggunaan sistem pendidikan berbasis IT akan sangat menentukan kualitas output atau lulusan sehingga akan semakin baik, kompetitif dan mempunyai daya saing yang tinggi di pasar global.

Kedua, Perubahan Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan yang digunakan oleh Perguruan Tinggi harus memiliki diferensiasi untuk memenuhi tuntutan pasar, yaitu kurikulum berbasis soft skill. Pemikiran ini berangkat dari persoalan bahwa:
a. Output dengan orientasi dunia kerja.
Perusahaan lebih memilih lulusan Perguruan Tinggi yang memiliki keahlian terspesialisasi dari pada lulusan yang hanya memiliki kemampuan general. Permasalahan ini hanya dapat diatasi dengan cara menerapkan kurikulum yang berbasis soft skill, yaitu Perguruan Tinggi tidak hanya membekali anak didiknya dengan pengetahuan yang bersifat umum atau teoritik saja melainkan juga harus membekalinya dengan pengehuan yang terspesialisasi seperti memberikan pendidikan dan pelatihan secara khusus terhadap keahlian atau profesi tertentu, memagangkan peserta didik yang sudah hampir lulus keberbagai perusahaan yang berkompeten agar nantinya setelah lulus sudah memiliki keahlian yang khusus sehingga dapat berdaya saing tinggi dipasar. Dan pendidikan ini dimasukkan kedalam kurikulum menjadi mata kuliah wajib.
b. Output dengan orientasi wirausaha (entrepreneur).
Melihat realita bahwa rasio antara peluang kerja dengan pencari kerja yang tidak seimbang, yaitu lebih banyak pencari kerja dibandingkan dengan peluang kerja yang ditawarkan oleh perusahaan maka Perguruan Tinggi harus mampu memberikan solusi konkret yaitu dengan cara membina anak didiknya berwirausaha mulai dari bangku kuliah agar setelah lulus tinggal melanjutkan wirausahanya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara:
- Tugas akhir berupa pembangunan usaha atau bisnis dengan modal sendiri, dengan konsekuensi tidak ada beban pengembalian modal.
- Tugas akhir berupa pembangunan usaha atau bisnis dengan modal pinjaman dari pemerintah atau pihak ketiga, namun ada konsekuensi mengembalikan modal akan tetapi lebih memiliki motivsi yang tinggi untuk sukses karena adanya beban pengembalian ini.
Semua dari kegiatan tersebut dilakukan dengan pemanduan dan pengawasan yang ketat dari orang-orang yang ahli agar pelaksanaan usaha yang dijalankan memiliki espektasi sukses lebih tinggi, serta juga dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan dan menjadi kegiatan wajib bagi anak didik.
c. Output dengan orientasi sebagai akademisi atau tenaga kependidikan.
Tidak semua lulusan ingin menjadi karyawan atau entrepreneur, ada juga diantara mereka yang ingin menjadi tenaga pendidik. Maka Perguruan Tinggi juga harus memfasilitasinya dengan jalan menjadikan asistensi sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dan menjadi mata kuliah yang harus ditempuh oleh peserta didik.

Ketiga, Perbaikan Tenaga Pendidik
Baik tidaknya kualitas suatu Perguruan Tinggi dapat dilihat dari seberapa baik kualitas tenaga pendidiknya. Berangkat dari sudut pandang ini maka Perguruan Tinggi selaku pencetak sumber daya manusia seharusnya juga memperhatikan kapasitas dan kapabilitas tenaga pendidik yang dimiliki, karena tidak dapat dipungkiri bahwa dari tenaga pendidik inilah hampir lima puluh persen baik ilmu pengetahuan maupun keterampilan ditransformasikan kepada peserta didik.
Oleh sebab itu maka Perguruan Tinggi sudah seharusnya memperhatikan salah satu instrument penting ini untuk lebih ditingkatkan kualitasnya melalui:
- Tenaga pendidik yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan segera diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
- Mengutamakan tenaga pendidik yang memiliki pendidikan yang linier dari S1, S2 sampai dengan S3 agar memiliki spesifikasi keilmuan yang khusus sehingga dapat mentransformasi bidang keilmuannya secara lebih fokus.
- Rasio tenaga pendidik dengan jumlah peserta didik harus proporsional, agar proses transformasi keilmuan yang dilakukan berjalan dengan lancar.

Keempat, Perbaikan Infrastruktur
Yang terakhir lembaga pendidikan khususnya Perguruan Tinggi dalam proses pelaksanaan kegiatannya tidak akan berjalan degan optimal apabila tidak didukung dengan sarana infrastruktur yang memadai. Bagaimana akan berjalan dengan baik proses belajar mengajarnya apabila rasio gedung perkuliahan dengan jumlah peserta didiknya tidak seimbang, dan lain sebagainya.
Dengan demikian maka keempat hal atau instrumen diatas sangat perlu untuk dilakukan perbaikan dan perubahan. Dengan pertimbangan agar Perguruan Tinggi sebagai eskalator industrialisasi sekaligus mesin pencetak produk sumber daya manusia dapat memperbaiki kualitas output atau lulusannya sehingga lebih nampak eksistensi dan kontribusinya terhadap bangsa ini.